Kamis, 30 Agustus 2018

ASKEP PADA PASIEN BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT

PENDAHULUAN
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
  • Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
  • Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
  • Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
  • Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
  • Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
  • Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
(Sumber : hellosehat.com)
Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A. Pelayanan Dasar
- Persalinan aman dan bersih
- Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
- Mempertahankan pernafasan spontan
- ASI Ekslusif
- Perawatan mata
B. Pelayanan Khusus
- Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
- Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
- Imunisasi

Askep ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

EFEK SAKIT PADA NEONATUS
Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.

Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA 
Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :

Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.

Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.

Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.

HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD ASKEP KOMPLIT


DAFTAR  PUSTAKA
Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991

Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994

Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988
CARI ASKEP LAIN

Rabu, 29 Agustus 2018

ASKEP PADA PASIEN ANAK BALITA HIPERBILIRUBINEMIA

PENGERTIAN
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.

Perawatan Ikterus  berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi  (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.

(Annasya Nurmaulina Prima 0 Bulan)
Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. 
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan  keperawatan secara paripurna. Untuk itu  dalam penulisan makalah ini mempunyai maksud :
  • Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien dan keluarga dengan bayi  Ikterus (Hiperilirubinemia),
  • Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah.
Atas dasar hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia”
Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan    pada  klien dengan bayi  Hyperbilirubinemia  yang mendapat  Fototherapi.

Dalam penulisan makalah ini kami  menggunakan metode Studi Kepustakaan, wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

ETIOLOGI
1. Peningkatan produksi :
  • Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian  golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
  • Pendarahan tertutup  misalnya pada trauma kelahiran.
  • Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan  metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
  • Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
  • Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
  • Kurangnya  Enzim Glukoronil  Transeferase , sehingga  kadar Bilirubin Indirek  meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
  • Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan  misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme  atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati  dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.

4. Gangguan ekskresi  yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstrukti

METABOLISME BILIRUBIN
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi  Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).

Pada bayi yang normal dan sehat  serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

PATOFISIOLOGI HIPERBILIRUBINEMIA
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari  20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.  Bilirubin  Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi  terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

FOTOTHERAPI
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa  ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD ASKEP KOMPLIT

DAFTAR PUSTAKA
H. Markum : ” Ilmu Kesehatan Anak”. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991.
Bobak, J. : ”Materity and Gynecologic Care”, Precenton, 1985.
Cloherty, P. John : ”Manual of Neonatal Care”, USA, 1981.
Harper : ”Biokimia”, Jakarta, EGC, 1994.
Jack A. Pritchard dkk : ”Obstetri Williams”, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991
Marlene Mayers, et. al. : ”Clinical Care Planes Pediatric Nursing”, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.
Mary Fran Hazinki : ”Nursing Care of Critically Ill Child”, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984.
Susan R. J. et. al. : ”Child Health Nursing”, California, 1988.                                                                     
CARI ASKEP LAIN

ASKEP PADA PASIEN ANAK BALITA IKTERUS

PENGERTIAN
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.

Perawatan Ikterus  berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti ; pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksi  (misal; luminal) pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.

(Annasya Nurmaulina Prima)
Asuhan keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. 
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan  keperawatan secara paripurna. Untuk itu  dalam penulisan makalah ini mempunyai maksud :
  • Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai ketrampilan dan tehnik terutama yang berkaitan dengan perawatan klien dan keluarga dengan bayi  Ikterus (Hiperilirubinemia),

  • Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah.
Atas dasar hal tersebut diatas maka kami menyusun makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi Hiperbilirubinemia”
Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan    pada  klien dengan bayi  Hyperbilirubinemia  yang mendapat  Fototherapi.

Dalam penulisan makalah ini kami  menggunakan metode Studi Kepustakaan, wawancara, Partisipasi Aktif dalam pemberian Asuhan Keperawatan.

ETIOLOGI
1. Peningkatan produksi :
  • Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian  golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
  • Pendarahan tertutup  misalnya pada trauma kelahiran.
  • Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan  metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
  • Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
  • Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
  • Kurangnya  Enzim Glukoronil  Transeferase , sehingga  kadar Bilirubin Indirek  meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
  • Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan  misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.

3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme  atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati  dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.

4. Gangguan ekskresi  yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.

5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstrukti

METABOLISME BILIRUBIN
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi  Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).

Pada bayi yang normal dan sehat  serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

PATOFISIOLOGI HIPERBILIRUBINEMIA
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari  20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.  Bilirubin  Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi  terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

FOTOTHERAPI
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa  ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD ASKEP KOMPLIT

DAFTAR PUSTAKA
H. Markum : ” Ilmu Kesehatan Anak”. Buku I, Jakarta, FKUI, 1991.
Bobak, J. : ”Materity and Gynecologic Care”, Precenton, 1985.
Cloherty, P. John : ”Manual of Neonatal Care”, USA, 1981.
Harper : ”Biokimia”, Jakarta, EGC, 1994.
Jack A. Pritchard dkk : ”Obstetri Williams”, Edisi XVII, Surabaya, Airlangga University Press, 1991
Marlene Mayers, et. al. : ”Clinical Care Planes Pediatric Nursing”, New York, Mc.Graw-Hill. Inc, 1995.
Mary Fran Hazinki : ”Nursing Care of Critically Ill Child”, Toronto, The Mosby Compani CV, 1984.
Susan R. J. et. al. : ”Child Health Nursing”, California, 1988.                                                                     
CARI ASKEP LAIN