Rabu, 09 Mei 2018

ASKEP PADA PASIEN ASPIRASI MEKONIUM

A. Pengertian
Terisapnya cairan amnion yang tercemar mekonium ke dalam paru yang dapat terjadi pada saat intra uterin, persalinan dan kelahiran.

(Sumber : abclawcenters.com)

B. Etiologi
Riwayat persalinan postmatur
Riwayat janin tumbuh lambat
Riwayat kesulitan persalinan, riwayat gawat janin, asfiksia berat
Riwayat persalinan dengan air ketuban bercampur mekonium


C. Pengkajian
Cairan amnion tercemar mekonium
Kulit bayi diliputi mekonium
Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
Gangguan napas (merintih, sianosis, napas cuping hidung, retraksi, takipnue)
Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan

D. Pemeriksaan Laboratorium
Preparat darah hapus, kultur darah, darah rutin, analisa gas darah (hipoksemia, asidemia)
Pemeriksaan sinar X dada

E. Komplikasi
Hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O2, pneumothorak
Sepsis, kejang, retardasi mental, epilepsi, palsi serebral

F. Penatalaksanaan Medis
Tindakan resusitasi
Pemberian antibiotika
Terapi suportif : infuse, oksigen, jaga kehangatan, pemberian ASI

G. Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Resiko cedera berhubungan dengan sepsis neonatal


Tujuan/Kriteria
Tidak terjadi cedera

Kriteria :
Bayi menerima terapi sesuai pesanan
Bayi mengalami kultur ulang setelah tindakan medis yang menunjukkan tak ada ‘pertumbuhan’ atau komplikasi lain.
Bayi mengalami normotermik

Rencana Tindakan
Pertahankan isolasi : perawatan isolasi
Ubah posisi tiap 2 jam
Observasi tanda vital setiap 2 jam, beritahu perubahan dan laporkan dokter sesuai kebutuhan
Pantau tanda vital
Pertahankan suhu lingkungan netral
Periksa suhu setiap 2 jam
Pertahankan prosedur mencuci tangan ketat
Ajarkan tehnik mencuci tangan pada orang tua sebelum memegang bayi
Berikan oksigen sesuai pesanan
Lakukan AGD periodik sesuai pesanan
Rencanakan periode istirahat; hindari memegang yang tak perlu

Lakukan tindakan pendinginan bila bayi menggigil, mis., lepaskan sumber pemanas eksternal atau selimut berikan mandi hangat
Dengan perlahan rangsang bila apnea dengan menggosok dada, menggoyang kaki
Pertahankan peralatan resusitasi di dekatnya
Observasi terhadap tanda fokal kacau mental
Hisap lendir hidung dan mulut sesuai kebutuhan
Miringkan kepala
Lindungi dari gerakan membentur sisi inkubator atau box
Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Bantu dokter dalam kerja septik sesuai indikasi
Berikan antibiotik sesuai pesanan
Beri penkes pada ortu tentang pemberian obat (nama obat, dosis, waktu, tujuan, efek samping), pentingnya rawat jalan, gejala kekambuhan

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan

1.


Resiko cedera berhubungan dengan sepsis neonatal

Tidak terjadi cedera

Kriteria :
Bayi menerima terapi sesuai pesanan
Bayi mengalami kultur ulang setelah tindakan medis yang menunjukkan tak ada ‘pertumbuhan’ atau komplikasi lain.
Bayi mengalami normotermik

Pertahankan isolasi : perawatan isolasi
Ubah posisi tiap 2 jam
Observasi tanda vital setiap 2 jam, beritahu perubahan dan laporkan dokter sesuai kebutuhan
Pantau tanda vital
Pertahankan suhu lingkungan netral
Periksa suhu setiap 2 jam
Pertahankan prosedur mencuci tangan ketat
Ajarkan tehnik mencuci tangan pada orang tua sebelum memegang bayi
Berikan oksigen sesuai pesanan
Lakukan AGD periodik sesuai pesanan
Rencanakan periode istirahat; hindari memegang yang tak perlu



No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan


















































































§  Lakukan tindakan pendinginan bila bayi menggigil, mis., lepaskan sumber pemanas eksternal atau selimut berikan mandi hangat
§  Dengan perlahan rangsang bila apnea dengan menggosok dada, menggoyang kaki
§  Pertahankan peralatan resusitasi di dekatnya
§  Observasi terhadap tanda fokal kacau mental
§  Hisap lendir hidung dan mulut sesuai kebutuhan
§  Miringkan kepala
§  Lindungi dari gerakan membentur sisi inkubator atau box
§  Berikan oksigen sesuai kebutuhan
§  Bantu dokter dalam kerja septik sesuai indikasi
§  Berikan antibiotik sesuai pesanan
§  Beri penkes pada ortu tentang pemberian obat (nama obat, dosis, waktu, tujuan, efek samping), pentingnya rawat jalan, gejala kekambuhan




No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan

2.



Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan bayi malas minum

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria:
Bayi tidak kehilangan berat badan
Bayi mampu mempertahankan/menunjukkan peningkatan berat badan

Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
Ukur masukan dan haluaran
Timbang berat badan bayi setiap hari
Berikan makanan melalui sonde sesuai pesanan
Catat aktifitas bayi dan perilaku makan secara akurat
Observasi koordinasi reflek menghisap/menelan
Berikan kebutuhan menghisap pada botol sesuai indikasi


CARI ASKEP LAIN

Selasa, 08 Mei 2018

ASKEP PADA PASIEN APENDIKSITIS

LATAR BELAKANG
Apendiksitis merupakan suatu keadaan yang sering terjadi dan membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit pada anak-anak, merupakan faktor yang memberikan angka perforasi 30-60%. Resiko untuk perforasi terbanyak pada anak usia 1-4 tahun (70-75%) dan terendah pada remaja (30-40%), yang insiden tertingginya menurut umur adalah masa anak. Kejadian apendiksitis meningkat dengan bertambahnya usia, memuncak pada remaja dan jarang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun.

(Sumber : fasthomeremedy.com)
Perjelekan sejak mulainya gejala sampai perforasi biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforasi menjadi 65%.


Berdasarkan hal tersebut, peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat penting untuk meminimalkan dampak penyakit yang lebih lanjut.

TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti program pendidikan belajar (PBK) pada stase anak, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan post apendiktomi.

TUJUAN KHUSUS
Dapat melakukan pengkajian, analisa data, memprioritaskan diagnosa keperawatan serta melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post apendiktomi

A. Definisi
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermoformis (kantung buntu diujung sekum). (Donna L Wong, 2004)

B. Patofisiologi
Hiperplasia folikel limfoid, fekalid, cacing, striktur, kanker dapat menyebabkan obstruksi apendik  yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan menyebabkan dinding apendiks oedem, serta merangsang tonika serosa dan peritonium veceral. Persarafan  appendiks sama dengan usus, yaitu torakal X (vagus) maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit sekitar umbilikus, mukus yang terkumpul lalu terinfeksi oleh bakteri dan menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium bawah. Bila dinding appendiks yang telah rapuh pecah maka dinamakan appendikitis perforasi. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, appendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang madsih kurang, maka perforasi akan lebih cepat

C. Manifestasi Klinik
Gejala utama dari appendiks adalah nyeri perut, rasa sakit ini disebabkan karena penyumbatan appendiks. Pada mulanya nyeri perut ini hilang timbul dan terasa di epigastrium atau regioumbilukus. Tiga gejala klasik terdiri atas nyeri, mual dan panas, Biasanya disertai anorexia, dan muntah, diare jarang terjadi  terdiri dari sedikit tinja berlendir yang disebabkan oleh iritasi kolon sigmoid. Jika terjadi iritasi pada kandung kemih bisa menimbulkan gejala kencing seperti sering dan terburu-buru.

Bila proses radang telah menjalar ke peritonium perietal setempat, maka akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah didaerah Mc. Burney seperti nyeri tekan. Pada perforasi, nyeri menjadi menyeluruh.

Gejala umum lainnya adalah bising usus menurun atau hilang sama sekali, demam, mula-mula demam tidak begitu tinggi tetapi menjadi hiperpireksia bila terjadi perforasi, bila proses appendiksitis menjadi kronis maka gejala-gejala menjadi tidak jelas.

D. Pemeriksaan Penunjang
- Hitung darah lengkap, didapatkan leukositosis, neutropilia.
- Ultrasound, didapatkan fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
- Pemeriksaan foto abdomen, didapatkan fekalit berkalsifikasi.

E. Focus Pengkajian
Anamnesis dan pemeriksaan fisik diarahkan pada penentuan tanda apendiksitis.
Aspek yang terkait riwayat yang mendukung diagnosis apendiksitis meliputi mulainya nyeri sebelum muntah dan diare, kehilangan nafsumakan, berpindahnya nyeri dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah dan nyeri bertambah parah dengan pergerakan.

Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku anak dan keadaan perutnya. Anak dengan apendiksitis sering bergerak dengan berlahan dan terbatas, membungkuk ke depan dan sedikit pincang. Anak tersebut akan memegang kuadran kanan bawah. Perut kembung menunukkan suatu komplikasi seperti perforasi/obstruksi. Auskultasi bisa menunjukkan suara usus abnormal (hipoaktif) ketika terjadi perforasi.

Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran kanan bawah (titik McBurney, yaitu perpotongan lateral dan duapertiga dari garis yang menghubungkan spina iliaka superior anterior kanan dan umbilikus). Tanda fisik yang paling penting pada apendiksitis adalah nyeri tekan menetap pada saat palpasi.

Observasi adanya tanda-tanda peritonitis.
Tanda terjadinya perforasi adalah demam, hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi, peningkatan nyeri yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen, distensi abdmen progresif,  menggigil.

F. Focus Intervensi
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif didalam abdomen, perforasi pada apendiks.
Kriteria hasil :
meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,  bebas tanda infeksi atau inflamasi.

Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital dan jumlah leukosit.
- Perhatikan adanya demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen.
- Beri perawatan luka dan penggantian balutan dengan menggunakan teknik septik.
- Minotor insisi dan balutan.
- Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
- Beri antibiotik sesuai ketentuan.

Gangguan rasa nyaman :
nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
Kriteria hasil :
nyeri dapat terkontrol, tampak rileks, dapat tidur secara cukup.
Intervensi :
- Lakukan strategi nonfarmakologi untuk membantu anak mengatasi nyeri.
- Gunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan beberapa strtegi dan biarkan anak memilih salah satunya.
Libatkan orang tua dalam pemilihan strategi.
- Minta orang tua untuk membantu anak dengan menggunakan strategi selama nyeri aktual.
- Beri obat analgesik sesuai ketentuan.
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan tidak adanya motilitas usus.

Kriteria hasil :
anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, abdomen tetap lunak dan tidak distensi, anak tidak muntah
Intervensi     :
- Pertahankan puasa pada pascaoperasi.
- Pertahankan dekompresi selang NGT
- Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan dan bising usus.
- Pantau keluarnya flatus dan feses.

G. Intervensi Pasca Bedah
Cegah dan pantau adanya distensi abdomen :
- Puasa
- Pertahankan tetap terbukanya tuba nasogastrik
- Kaji ketegangan dinding abdomen (keras, lunak)
- Cegah penyebab infeksi
- Lakukan perawatan luka sesuai indikasi dan pembuangan balutan yang benar.
- Berikan isolasi universal
- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Pantau tanda-tanda vital sesuai intruksi

Observasi luka untuk adanay tanda-tanda infeksi : panas, nyeri, bengkak dan kemerahan.
Beri antibiotik : pantau respon anak
Pantau tempat pemasangan infus
Tingkatkan penyembuhan luka
Lakukan perawatan luka : jaga agar tempat tersebut tetap kering dan bersih.
Letakkan anak dalam posisi semi fowler untuk memudahkan drainase jika ada cairan.

Kaji nyeri dan lakukan tindakan penghilang nyeri
Ajarkan teknik distraksi untuk mengurangi rasa sakit.
Lakukan tindakan-tindakan pemberi rasa nyaman seperti masase dan pemberian posisi yang nyaman.
Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisasi dan pembedahan.
CARI ASKEP LAIN