Jumat, 30 Maret 2018

ASKEP PADA PASIEN ACUTE NONLYMPHOID (MYELOGENOUS) LEUKEMIA

A. Pengertian
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). (1,2) AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut (1)


(Sumber : illingworthresearch.com)

B. Penyebab
Seperti halnya  leukemia jenis ALL (Acute Lymphoid Leukemia), etiologi AML sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan adalah :
1.      Faktor endogen
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada anak yang terkena Down Sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur).
2.      Faktor eksogen
Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, Arsen, preparat Sulfat), infeksi (virus, bakteri).

C. Tanda dan gejala
1. Hipertrofi ginggiva
2. Kloroma spinal (lesi massa)
3. Lesi nekrotik atau ulserosa perirekal
4. Hepatomegali dan splenomegali (pada kurang lebih 50% anak)
5. Manifestasi klinik seperti ALL , yaitu
a. Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam, letih, pucat, anoreksia, petekia dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas, berat badan menurun, pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotelial (hati , limpa, dan limfonodus)
b. Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges : nyeri dan kaku kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah, edema papil, koma.
c. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang terkena; kelemahan ekstremitas bawah, kesulitan berkemih, kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi).

D. Pathofisiplogi & Pathways
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.

Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula. 

Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia  tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.   Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal. 



E. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Hitung darah lengkap (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mmsaat didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mmadalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
2.  Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.
3.  Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum
4.  Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.
5.  Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.
6.  Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik
7.  Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.

G. penatalaksanaan
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses remisi induksi pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapi untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2-3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem syaraf pusat dan oragan vital lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah prednison, vinkristin, asparaginase, metrotreksat, merkaptopurin, sitarabin, alopurinol, siklofosfamid, dan daunorubisin.

H. Pengkajian Keperawatan
1.  Kaji adanya manifestasi klinik AML (kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan, penurunan berat badan, letargi, hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal, dll)
2.  Kaji reaksi anak terhadap kemoterapi : diare, anoreksia, mual, muntah, retensi cairan, hiperuremia, demam, stomatitis, ulkus mulut, alopesia, nyeri, dll
3. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi : peningkatan leukosit, demam, peningkatan LED
4.  Kaji adanya tanda dan gejala hemoragi
5.  Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi : somnolens radiasi, gejala SSP, lisis sel.
6.  Kaji koping anak dan keluarga.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Resiko tinggi infeksi
3. Kelebihan volume cairan
4.  Kerusakan integritas jaringan
5.  Resiko tinggi perubahan nutrisi
6.  Resiko tinggi cedera
7.  Gangguan citra diri
8.  Ansietas
9.  Resiko tinggi penurunan curah jantung
10.  Resiko tinggi keletihan
11.  Resiko tinggi perubahan pertumbuhan dan perkembangan
12.  Resiko tinggi perubahan proses keluarga
13.  Resiko tinggi penatalaksanaan aturan pengobatan yang tidak efektif

J. Intervensi Keperawatan
1. Pantau anak untuk mengetahui reaksi terhadap pengobatan
2. Pantau adanya tanda dan gejala infeksi :
a. Waspadai bahwa demam adalah tanda yang terpenting dari infeksi
b. Obati semua anak seakan-akan mereka semua menderita neutropeni sampai diperoleh hasil test. Isolasi mereka dari pasien klinik lainnya, terutama anak-anak dengan penyakit infeksi, khususnya varisela.
c. Minta anak tersebut memakai masker bila bersama dengan orang lain dan bila menderita neutropeni berat ( leukosit kurang dari 1000/mm3).
d. Waspadai bahwa jika seorang anak menderita neutropeni, ia tidak boleh menjalani kemoterapi. Anak tsb dapat menerima antibiotik Ivjika demam juga terjadi (lebih banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya).
3. Pantau adanya tanda dan gejala hemoragi
a. Periksa adanya memar dan petekia pada kulit
b. Periksa danya mimisan dan gusi berdarah
c. ika diberi suntikan, tekan bekas tusukan lebih lama dari biasanya (kira-kira 3-5 menit) untuk memastikan perdarahan telah berhenti. Perikas lagi untuk memastikan bahwa tidak ada perdarahan lagi.
4.      Pantau adanya tanda gejala komplikasi
  a. Somnolens radiasi : dimulai 6 minggu setelah menerima radiasi kraniospinal, anak menunjukkan keletihan berat dan anoreksia selama kira-kira  1-3 minggu. Orang tua sering kali mersa khawatir tentang terjadinya kambuhan pada saat ini dan perlu untuk diyakinkan.
b. Gejala SSP : sakit kepala, penglihatan kabur atau ganda, muntah. Gejala-gejala tersebut dapat mengindikasikan keterlibatan SSP.
c Gejala pernafasan : batuk, kongesti paru, dispnea. Gejala-gejala tersebut mengindikasikan adanya pneumositis atau infeksi pernafasan lainnya.
d. Lisis sel : lisis sel yang cepat setelah kemoterapi dapat mempengaruhi kimia darah, mengakibatkan peningkatan Kalsium dan Kalium.

5.Pantau adanya kekhawatiran dan ansietas tentang diagnosis kanker dan hubungannya dengan pengobatan; pantau respon emosional seperti marah, menyangkal, kesedihan
6. Pantau adanya gangguan dalam fungsi keluarga
a. Dasar semua intervensi pada latar belakang budaya, agama pendidikan, dan sosial ekonomi keluarga
b. Libatkan saudara kandung sebanyak mungkin dalam perawatan karena mereka sangat prihatin terhadap perubahan yang terjadi pada anak yang sakit dan fungsi keluarga
c. Pertimbangkan kemungkinan bahwa saudara kandung merasa bersalah dan disalahkan
d.   Tingkatkan keutuhan keluarga dengan memberi kebebasan jam kunjung selama 24 jam bagi semua anggota keluarga.
K. Hasil yang diharapkan
1.  Anak mencapai remisi
2. Anak bebas dari komplikasi penyakit
3. Anak dan keluarga mempelajari tentang koping yang efektif untuk menghadapi hidup dan penatalaksanaan penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 
1. Whaley’s and Wong. Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. USA : Mosby. 2000.
2. Betz, CL & SowdenLA. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2002.
3.  Whaley’s and Wong. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby. 2001.
4.  Joyce Engel. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999
5.  Brunner& Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. 2002.
6.  Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC. 1995





CARI ASKEP LAIN

Selasa, 20 Maret 2018

ASKEP PADA PASIEN ACUTE NONLYMPHOID (MYELOGENOUS) LEUKEMIA

A. Definisi
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). (1,2) AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut (1)

(Sumber :magazinplus.eu)
B. Penyebab
Seperti halnya  leukemia jenis ALL (Acute Lymphoid Leukemia), etiologi AML sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, diduga karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan adalah : 
1.      Faktor endogen
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada anak yang terkena Down Sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur).
2.      Faktor eksogen
Seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, Arsen, preparat Sulfat), infeksi (virus, bakteri).

C. Tanda dan gejala
1. Hipertrofi ginggiva
2. Kloroma spinal (lesi massa)
3. Lesi nekrotik atau ulserosa perirekal
4. Hepatomegali dan splenomegali (pada kurang lebih 50% anak)
5. Manifestasi klinik seperti ALL , yaitu
a. Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam, letih, pucat, anoreksia, petekia dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas, berat badan menurun, pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem retikuloendotelial (hati , limpa, dan limfonodus)
b. Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges : nyeri dan kaku kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah, edema papil, koma.
c.  Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang terkena; kelemahan ekstremitas bawah, kesulitan berkemih, kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi).

D. Patofisiologi dan pathways
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.

Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.

Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia  tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.


E. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4. Splenomegali
5. Hepatomegali
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Hitung darah lengkap (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mmsaat didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mmadalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
2.  Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.
3.  Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum
4.  Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.
5.  Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.
6.  Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik
7.  Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.

G.Penatalaksanaan
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses remisi induksi pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapi untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2-3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem syaraf pusat dan oragan vital lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah prednison, vinkristin, asparaginase, metrotreksat, merkaptopurin, sitarabin, alopurinol, siklofosfamid, dan daunorubisin. 

H. Pengkajian keperawatan
1.    Kaji adanya manifestasi klinik AML (kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan, penurunan berat badan, letargi, hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal, dll)
2.  Kaji reaksi anak terhadap kemoterapi : diare, anoreksia, mual, muntah, retensi cairan, hiperuremia, demam, stomatitis, ulkus mulut, alopesia, nyeri, dll
3.  Kaji adanya tanda dan gejala infeksi : peningkatan leukosit, demam, peningkatan LED
4.   Kaji adanya tanda dan gejala hemoragi
5.   Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi : somnolens radiasi, gejala SSP, lisis sel. 
6. Kaji koping anak dan keluarga.

I. Diagnosa keperawatan
1.  Intoleransi aktivitas
2.  Resiko tinggi infeksi
3.  Kelebihan volume cairan
4.  Kerusakan integritas jaringan
5.  Resiko tinggi perubahan nutrisi
6.  Resiko tinggi cedera
7.  Gangguan citra diri
8.  Ansietas
9.  Resiko tinggi penurunan curah jantung
10.  Resiko tinggi keletihan
11.  Resiko tinggi perubahan pertumbuhan dan perkembangan
12.  Resiko tinggi perubahan proses keluarga
13.  Resiko tinggi penatalaksanaan aturan pengobatan yang tidak efektif
J. Intervensi keperawatan
1. Pantau anak untuk mengetahui reaksi terhadap pengobatan
2. Pantau adanya tanda dan gejala infeksi :
a.  Waspadai bahwa demam adalah tanda yang terpenting dari infeksi
b. Obati semua anak seakan-akan mereka semua menderita neutropeni sampai diperoleh hasil test. Isolasi mereka dari pasien klinik lainnya, terutama anak-anak dengan penyakit infeksi, khususnya varisela.
c.  Minta anak tersebut memakai masker bila bersama dengan orang lain dan bila menderita neutropeni berat ( leukosit kurang dari 1000/mm3).
d. Waspadai bahwa jika seorang anak menderita neutropeni, ia tidak boleh menjalani kemoterapi. Anak tsb dapat menerima antibiotik Ivjika demam juga terjadi (lebih banyak pasien yang meninggal karena infeksi daripada karena penyakitnya).
3.Pantau adanya tanda dan gejala hemoragi
a.  Periksa adanya memar dan petekia pada kulit
b. Periksa danya mimisan dan gusi berdarah
c. Jika diberi suntikan, tekan bekas tusukan lebih lama dari biasanya (kira-kira 3-5 menit) untuk memastikan perdarahan telah berhenti. Perikas lagi untuk memastikan bahwa tidak ada perdarahan lagi.
4.Pantau adanya tanda gejala komplikasi
a. Dasar semua intervensi pada latar belakang budaya, agama pendidikan, dan sosial ekonomi keluarga
b. Libatkan saudara kandung sebanyak mungkin dalam perawatan karena mereka sangat prihatin terhadap perubahan yang terjadi pada anak yang sakit dan fungsi keluarga
c. Pertimbangkan kemungkinan bahwa saudara kandung merasa bersalah dan disalahkan
d. Tingkatkan keutuhan keluarga dengan memberi kebebasan jam kunjung selama 24 jam bagi semua anggota keluarga.

5.Pantau adanya kekhawatiran dan ansietas tentang diagnosis kanker dan hubungannya dengan pengobatan; pantau respon emosional seperti marah, menyangkal, kesedihan
6. Pantau adanya gangguan dalam fungsi keluarga
a.  Dasar semua intervensi pada latar belakang budaya, agama pendidikan, dan sosial ekonomi keluarga
b.  Libatkan saudara kandung sebanyak mungkin dalam perawatan karena mereka sangat prihatin terhadap perubahan yang terjadi pada anak yang sakit dan fungsi keluarga
c. Pertimbangkan kemungkinan bahwa saudara kandung merasa bersalah dan disalahkan
d.   Tingkatkan keutuhan keluarga dengan memberi kebebasan jam kunjung selama 24 jam bagi semua anggota keluarga.
K. Hasil yang diharapkan
1.   Anak mencapai remisi
2.   Anak bebas dari komplikasi penyakit
3. Anak dan keluarga mempelajari tentang koping yang efektif untuk menghadapi hidup dan penatalaksanaan penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 
1.  Whaley’s and Wong. Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. USA : Mosby. 2000.
2. Betz, CL & SowdenLA. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2002.
3.  Whaley’s and Wong. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby. 2001.
4.  Joyce Engel. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999
5.  Brunner& Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. 2002.
6.  Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC. 1995

CARI ASKEP LAIN

Senin, 19 Maret 2018

ASKEP PADA PASIEN ANGIOFIBROMA

A. Pengertian
Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja. Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya ada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja.


Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun. Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher.

(Sumber : escholarship.org)
B. Etiologi
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal.


Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak . 

C. Tanda dan gejala
Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif


(Sumber : escholarship.org)
D. penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila4. Biopsi tidak dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Tumor ini dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid hipertrofi, dan lain-lain.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren.

Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi2,4,5. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal. Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing.

F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna.

G. Stadium Angiofibroma
Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.
Klasifikasi menurut Sessions sebagai erikut :
1.    Stage IA  : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring
2.  Stage IB   : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
3.    Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
4.  Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.
5.    Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.
6.  Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.

Klasifikasi menurut Fisch :
  1. Stage I    : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.
  2. Stage II  :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang.
  3. Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.
  4. Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary.
H. Pengkajian
  • Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
  • Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
  • Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
  • Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
Tanda dan gejala :
- Aktivitas

Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

- Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.

- Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.

- Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.

- Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.

- Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus

- Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan

- Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok)

- Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.

- Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)

UNTUK BACA SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DOWNLOAD ASKEP KOMPLIT


DAFTAR PUSTAKA

1.    Averdi R, Umar SD. Angiofibroma Nasofaring Belia. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I.
2.    Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5, Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2001. 151-2.
3. Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic470.htm
4.    Adams GL, et al. Boies – Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.
5.Sadeghi N. Sinonasal Papillomas, Treatment. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic529.htm
6.    Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
7.   Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
8.    R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997

4.   Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001
CARI ASKEP LAIN